Pencarian
Latest topics
Jalan - jalan nang alun - alun...
Halaman 1 dari 1
Jalan - jalan nang alun - alun...
SETIAP hari, Alun-Alun Pemalang dipadati oleh sekitar 300-an pedagang yang menjajakan berbagai panganan, seperti bakso, mie pangsit, ketoprak, dan nasi goreng. Tak ketinggalan di sudut Alun-Alun depan Masjid Agung, pedagang durian, baik lokal ataupun impor, ikut meramaikan.
Tua muda maupun anak-anak jalan-jalan di Alun-Alun. Hal itu ,embuat Alun-Alun itu menjadi hidup. Sayangnya pukul 22.00 tempat itu, sudah semakin sepi. Di sudut barat sebelah utara Alun-Alun, tepatnya di depan masjid Agung Pemalang, Radar bertandang untuk menemui Bang Awi, pedagang buah durian montong impor.
Ia mengaku, jualan durian impor lebih menguntungkan karena lebih digemari masyarakat. Disamping harum, aroma khas durian itu menyengat hidung yang melewati. Bijinya kecil, dagingnya tebal, rasanya lebih terasa dibanding durian biasa. Pihaknya menjual buah impor, selain kualitasnya bagus juga keuntungannya lebih besar dibandingkan kalau menjual buah lokal.
"Saya lebih suka berdagang durian impor. Lantaran lebih laris ketimbang durian biasa, dan lebih menguntungkan sehingga bisa menghidupi ketiga anak dan istri saya," ujar Wiyono yang lebih dikenal dengan sebutan Bang Awi. Ia berdagang durian hanya musiman. Kalau tidak musim durian, ia berdagang di Pasar Pagi Pemalang. Bahkan kadang serabutan apa saja yang penting bisa mempertahankan hidup dengan keluarga yang tinggal di Jalan Beringin Kelurahan Pelutan.
"Kalau dihitung-hitung membeli durian montong impor itu lebih puas," kata Bang Awi. Ketika ditanya bagaimana pengiriman durian itu, ia dengan senyum mengatakan, dirinya hanya kuli pada salah satu bos buah di Pemalang. “Kalau laku keras ya memperoleh penghasilan yang lumayan. Harga perkilo hanya Rp 27.000. Itu saya sudah mengambil untung sedikit, dan tak pernah kehabisan stock kecuali sudah tidak musim lagi," ujarnya. Ia juga menambahkan, buah durian montong impor sangat diminati pelanggna. Dia menyayangkan durian lokal sulit lakunya. “Kemarin durian montong yang dari Thailand habis. Ada supplier yang datangnya seminggu sekali. Biasanya datang hari Senin atau Kamis. Supplier itu dari Pemalang,” katanya.
Bang Awi menerangkan, durian lokal dan impor berbeda dari rasa dan bentuknya. Durian lokal seperti jenis bajul bentuknya panjang, petruk duriannya besar, durian yang kecil namanya manalagi. Durian montong ada yang dari local. Juga ada yang impor. Bedanya, durian montong impor bijinya lebih kecil, dagingnya tebal, rasanya tidak terlalu manis. Harganya mencapai seratus ribu per buah tergantung berat buah durian.
Satu buah durian beratnya 3-8 kg. Durian lokal baunya menyengat. Rasanya lebih manis dari durian impor, dan harganya murah. Ketatnya persaingan buah impor dan lokal juga dirasakan Waskito. Penjual durian lokal di sebelahnya, namun dia tidak khawatir kehilangan pembeli.
Heri, pelanggan durian montong Bang Awi mengaku, kalau tidak makan buah durian rasanya kurang bergairah. "Maklum sudah semakin menua, hingga gairah kurang. Saya mengonsumsi durian montong wajib jika musim. Tetapi jika tidak musim terkadang sengaja mencari ke kota besar seperti Semarang, Jakarta, Bogor dan Bandung," akunya.
Chaerun mengaku, lebih gemar dengan durian montong impor ketimbang durian lokal. "Durian montong memiliki kelebihan tersendiri. Disamping tebal dagingnya, bijinya kecil, juga jika makan durian ini sangat puas dibanding dengan durian lokal," tandas dia. (gtr)
Tua muda maupun anak-anak jalan-jalan di Alun-Alun. Hal itu ,embuat Alun-Alun itu menjadi hidup. Sayangnya pukul 22.00 tempat itu, sudah semakin sepi. Di sudut barat sebelah utara Alun-Alun, tepatnya di depan masjid Agung Pemalang, Radar bertandang untuk menemui Bang Awi, pedagang buah durian montong impor.
Ia mengaku, jualan durian impor lebih menguntungkan karena lebih digemari masyarakat. Disamping harum, aroma khas durian itu menyengat hidung yang melewati. Bijinya kecil, dagingnya tebal, rasanya lebih terasa dibanding durian biasa. Pihaknya menjual buah impor, selain kualitasnya bagus juga keuntungannya lebih besar dibandingkan kalau menjual buah lokal.
"Saya lebih suka berdagang durian impor. Lantaran lebih laris ketimbang durian biasa, dan lebih menguntungkan sehingga bisa menghidupi ketiga anak dan istri saya," ujar Wiyono yang lebih dikenal dengan sebutan Bang Awi. Ia berdagang durian hanya musiman. Kalau tidak musim durian, ia berdagang di Pasar Pagi Pemalang. Bahkan kadang serabutan apa saja yang penting bisa mempertahankan hidup dengan keluarga yang tinggal di Jalan Beringin Kelurahan Pelutan.
"Kalau dihitung-hitung membeli durian montong impor itu lebih puas," kata Bang Awi. Ketika ditanya bagaimana pengiriman durian itu, ia dengan senyum mengatakan, dirinya hanya kuli pada salah satu bos buah di Pemalang. “Kalau laku keras ya memperoleh penghasilan yang lumayan. Harga perkilo hanya Rp 27.000. Itu saya sudah mengambil untung sedikit, dan tak pernah kehabisan stock kecuali sudah tidak musim lagi," ujarnya. Ia juga menambahkan, buah durian montong impor sangat diminati pelanggna. Dia menyayangkan durian lokal sulit lakunya. “Kemarin durian montong yang dari Thailand habis. Ada supplier yang datangnya seminggu sekali. Biasanya datang hari Senin atau Kamis. Supplier itu dari Pemalang,” katanya.
Bang Awi menerangkan, durian lokal dan impor berbeda dari rasa dan bentuknya. Durian lokal seperti jenis bajul bentuknya panjang, petruk duriannya besar, durian yang kecil namanya manalagi. Durian montong ada yang dari local. Juga ada yang impor. Bedanya, durian montong impor bijinya lebih kecil, dagingnya tebal, rasanya tidak terlalu manis. Harganya mencapai seratus ribu per buah tergantung berat buah durian.
Satu buah durian beratnya 3-8 kg. Durian lokal baunya menyengat. Rasanya lebih manis dari durian impor, dan harganya murah. Ketatnya persaingan buah impor dan lokal juga dirasakan Waskito. Penjual durian lokal di sebelahnya, namun dia tidak khawatir kehilangan pembeli.
Heri, pelanggan durian montong Bang Awi mengaku, kalau tidak makan buah durian rasanya kurang bergairah. "Maklum sudah semakin menua, hingga gairah kurang. Saya mengonsumsi durian montong wajib jika musim. Tetapi jika tidak musim terkadang sengaja mencari ke kota besar seperti Semarang, Jakarta, Bogor dan Bandung," akunya.
Chaerun mengaku, lebih gemar dengan durian montong impor ketimbang durian lokal. "Durian montong memiliki kelebihan tersendiri. Disamping tebal dagingnya, bijinya kecil, juga jika makan durian ini sangat puas dibanding dengan durian lokal," tandas dia. (gtr)
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
Sun May 15, 2011 6:43 am by Admin
» Jalan - jalan nang alun - alun...
Sun May 15, 2011 6:33 am by Admin
» Kawasan Agropolitan, Kekayaan Pemalang.
Sun May 15, 2011 6:30 am by Admin
» PEMALANG dalam CATATAN
Sun May 15, 2011 6:28 am by Admin
» PEMALANG dalam CATATAN
Sun May 15, 2011 6:16 am by Admin
» Kawasan Agropolitan, Kekayaan Pemalang.
Sun May 15, 2011 6:08 am by Admin
» Your first subject
Fri May 13, 2011 5:37 pm by Admin